Hening kelabu dimalam ini tak membuat mataku sendayu, bahkan sebaliknya. mataku terus memandang tajam kearah kelakar kayu tua rempuk tak bergoyah itu,
Walaupun ia dihempas badai hujan yang lebat tetapi kelakar itu tetap berdiri tegap, seolah seperti patriot yang gagah perkasa menggegam dengan kuat sang Merah Putih ditangan kirinya dengan penuh karisma kemerdekaan sejati
Ketika ku terus memandanginya, ketika itu juga ku merasa cakrawalaku terbuka tanpa batas. Seakan dia membisikan sesuatu kata yang terdengar tajam di kedua telinga ini
Bisikan yang halus dan mendasar membuat bulu kuduk leherku merinding dan terdengar satu kata dari kelakar kayu tua rempuk itu.
Yaitu “JANGAN KAU LACURKAN IDEMU DEMI REALITAS YANG HINA INI!!”
Sekejap hatiku tersentak, jantung berdetak sangat cepat, pemikiran rasionalitas dan emosionalitas bertarung untuk mencari makna dari bisikan itu. (Aku tak tahu artinya dan aku tak tahu artinya), semakin ku berteriak dengan kencang bahwa AKU MEMANG TAK TAHU ARTINYA!!! semakin pula kakiku selangkah demi selangkah mendekati kelakar kayu tua rempuk itu. Lalu kedua tanganku tanpa berkompromi langsung memegang kelakar kayu tersebut, dan aku merasakan tekstur yang sangat berbeda, yang belum pernah kurasakan. Kasar, halus, manis, pahit, gelap, terang menjadi satu dan itu berada dibawah telapak tanganku ketika memegang kelakar kayu tua rempuk itu.
Dengan sedikit merenung dan akhirnya ku memahami bahwa REALITAS INI MEMANG HINA!
Kebenaran sudah semakin abu-abu, bahkan kita susah untuk membedakan “yang seharusnya” dengan “yang ada” karena “kasar & halus” “manis & pahit” “gelap & terang” sudah digeneralisir oleh perbuatan biadap manusia, dan sekarang aku menyadari mengapa seorang idealis sangat bermusuhan dengan realitas di abad 21 ini.
Dan semakin ku keataskan tema kontemplasi malam hari ini, semakin pula juga angin malam menyelimuti tubuh kurus ku ini dan yang kurasakan bukan kedinginan dimalam hari, melainkan. Kehangatan dimalam hari
Ramanda Ade Putra
0 komentar:
Posting Komentar